Kunjungi Indonesia

Visit Indonesia 2008 Kunjungi blog saya di Solehudin.multiply.com

Selasa, 20 Mei 2008

TAFAKUR

Dunia Yang Melalaikan
Karena seandainya tentara Islam menang, niscaya Eropa akan jatuh ke tangan


Dengan kekuatan delapan ribu pasukan, Abdur Rahman Al Chafiki (wali Negeri Andalusia) bersiap-siap menaklukkan Tanah Ghalia (sekarang Perancis). Tahap pertama, Abdur Rahman dan pasukannya memasuki daerah Perancis Selatan, lalu menaklukkan wilayah (Hertogdom) Aquitania.
Hertog Aquitania berhasil meloloskan diri dan meminta bantuan raja Frank, yaitu Karel Martel the Groot atau Charlemagne untuk mengusir tentara Islam dari wilayahnya. Permintaan ini dikabulkan Karel Martel, ia pun bersiap dengan menyusun pasukan yang sangat besar jumlahnya. Akhirnya, di dekat Poitiers, berhadapanlah pasukan Nasrani di bawah pimpinan Karel Martel dengan tentara Islam di bawah pimpinan Abdur Rahman Al Chafiki. Terjadilah pertempuran yang dahsyat antara kedua belah pihak, yang dalam sejarah terkenal sebagai “Perang Tours”, perang dekat Poiters.

Tentara Islam ketika itu sangat banyak membawa harta rampasan perang yang diperolehnya dari Aquitania. Harta benda yang sangat banyak itu telah memberati dan menyusahkan pergerakan mereka.
Pertempuran dahsyat telah berlangsung selama delapan hari, dan pada hari kesembilan tentara Islam hampir saja memperoleh kemenangan besar. Tetapi pada saat yang sangat kritis itu, terjadi suara riuh dan gaduh yang menyorakkan bahwa harta rampasan perang mereka telah dirampas musuh. Mendengar itu, sebagian tentara Islam berpaling ke belakang hendak melindungi harta tersebut, sehingga barisan yang tadinya kokoh menjadi kacau balau. Kemenangan yang telah di depan mata pun menjadi sirna, bahkan Abdur Rahman tewas dalam pertempuran tersebut.

Perang yang terjadi pada tahun 112 H atau 731 M ini, dipandang sebagai pertempuran yang sangat hebat dalam sejarah Eropa, karena seandainya tentara Islam menang, niscaya Eropa akan jatuh ke tangan mereka dan meratalah Islam di Benua Putih tersebut (Latief Osman, 1961: 12-13).

Kisah yang hampir sama terjadi pada masa Rasulullah, yaitu pada perang Uhud. Ketika itu pasukan Islam di bawah komando Rasulullah menerima kekalahan menyakitkan dari kafir Quraisy, padahal kemenangan sudah hampir diraih. Penyebabnya adalah karena sebagian sahabat (pasukan pemanah) tidak mematuhi perintah Rasulullah untuk tidak meninggalkan bukit pertahanan, hal ini terjadi karena para sahabat takut tidak kebagian rampasan perang.

Kedua kisah di atas menggambarkan kepada kita, betapa kecintaan yang terlalu berlebihan terhadap harta duniawi dapat melalaikan manusia dari mengingat Allah, dan akhirnya membawa manusia pada kerugian.

Sejarah pun telah membuktikan bahwa hancurnya peradaban-peradaban besar dunia, seperti peradaban Yunani, Romawi, bahkan peradaban Islam sendiri, diawali oleh sikap yang terlalu menyanjung kenikmatan duniawi. Kecintaan yang terlalu berlebihan tersebut pada akhirnya merembet pada kerusakan moral, dilanggarnya prinsip-prinsip kebenaran dan keadilan, serta dihalalkannya segala macam cara untuk meraih dan mempertahankannya.

Pantaslah kalau Rasulullah memperingatkan umatnya tentang hal itu. Beliau bersabda, “Demi Allah, bukan kefakiran yang akut takutkan atas kamu. Namun aku khawatir harta dunia ini melimpah, sebagaimana hal itu terjadi kepada umat sebelum kamu. Maka kamu berlomba-lomba untuk mendapatkannya, sebagaimana mereka juga demikian, sehingga kamu pun rusak karenanya sebagaimana harta itu telah merusak keberadaan mereka.” (H.R. Bukhari).

Dalam riwayat yang lain, Rasulullah mengatakan bahwa akan datang suatu masa ketika kaum muslimin seperti makanan di atas meja yang siap disantap oleh musuh-musuh Islam. Meskipun ketika itu jumlah kaum Muslimin sangatlah banyak, tapi bagaikan buih di lautan. Menurut Rasulullah, penyebabnya adalah karena kaum Muslimin telah terkena penyakit terlalu cinta dunia dan takut mati.

Tentunya Rasulullah sangat menyadari bahwa terlalu dipentingkannya urusan duniawi di kalangan umatnya akan menyebabkan terabaikannya tugas utama untuk beibadah dan mencari keridoan Allah, padahal harta dunia hanyalah wasilah atau sarana untukmencapai ghoyah atau tujuan yang lebih tinggi. Kehancuran tinggal menunggu waktu bila wasilah lebih diutamankan daripada ghoyah.

Kecintaan terhadap dunia pada dasarnya merupakan sesuatu yang intrinsik dalam jiwa manusia, karena Allah telah menetapkan hal tersebut. Tetapi Allah pun menegaskan bahwa semua kesengan dunia hanyalah kesenangan fana belaka, karena di balik itu ada kesenangan yang abadi, yaitu surga-Nya Allah (Q.S. Ali Imran : 14).

Islam pun tidak melarang untuk mencari dan mendapatkan harta yang sebanyak-banyaknya -malah Islam menganjurkannya- dengan catatan hal itu dilakukan dengan cara yang sesuai dengan aturan agama dan dipergunakan sepenuhnya untuk mendapatkan ridha Allah. Sebagaimana yang Allah firmankan dalam surat Al Baqarah ayat 267: “Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu.”

Alangkah bijaknya kalau kita merenung dan melihat kembali setiap kejadian yang telah Allah tampakkan kepada kita, agar kita dapat meraih hikmah dan pelajaran dari setiap peristiwa tersebut. “Allah memberikan hikmah kepada siapa yang dikehendakinya. Dan barang siapa yang diberi hikmah, sungguh ia telah diberi kebajikan yang banyak. Dan tak ada yang dapat mengambil pelajaran kecuali orang-orang yang berakal.” (Q.S. Al Baqarah: 269).
Wallahu A’lam.


0 komentar: