Kunjungi Indonesia

Visit Indonesia 2008 Kunjungi blog saya di Solehudin.multiply.com

Selasa, 19 Agustus 2008

MARHABAN YAA RAMADHAN

Sepuluh Langkah menyambut Ramadhan

1. Berdoalah agar Allah swt. memberikan kesempatan kepada kita untuk bertemu dengan bulan Ramadan dalam keadaan sehat wal afiat. Dengan keadaan sehat, kita bisa melaksanakan ibadah secara maksimal di bulan itu, baik puasa, shalat, tilawah, dan dzikir. Dari Anas bin Malik r.a. berkata, bahwa Rasulullah saw. apabila masuk bulan Rajab selalu berdoa, ”Allahuma bariklana fii rajab wa sya’ban, wa balighna ramadan.” Artinya, ya Allah, berkahilah kami pada bulan Rajab dan Sya’ban; dan sampaikan kami ke bulan Ramadan. (HR. Ahmad dan Tabrani)

Para salafush-shalih selalu memohon kepada Allah agar diberikan karunia bulan Ramadan; dan berdoa agar Allah menerima amal mereka. Bila telah masuk awal Ramadhan, mereka berdoa kepada Allah, ”Allahu akbar, allahuma ahillahu alaina bil amni wal iman was salamah wal islam wat taufik lima tuhibbuhu wa tardha.” Artinya, ya Allah, karuniakan kepada kami pada bulan ini keamanan, keimanan, keselamatan, dan keislaman; dan berikan kepada kami taufik agar mampu melakukan amalan yang engkau cintai dan ridhai.

2. Bersyukurlah dan puji Allah atas karunia Ramadan yang kembali diberikan kepada kita. Al-Imam Nawawi dalam kitab Adzkar-nya berkata, ”Dianjurkan bagi setiap orang yang mendapatkan kebaikan dan diangkat dari dirinya keburukan untuk bersujud kepada Allah sebagai tanda syukur; dan memuji Allah dengan pujian yang sesuai dengan keagungannya.” Dan di antara nikmat terbesar yang diberikan Allah kepada seorang hamba adalah ketika dia diberikan kemampuan untuk melakukan ibadah dan ketaatan. Maka, ketika Ramadan telah tiba dan kita dalam kondisi sehat wal afiat, kita harus bersyukur dengan memuji Allah sebagai bentuk syukur.

3. Bergembiralah dengan kedatangan bulan Ramadan. Rasulullah saw. selalu memberikan kabar gembira kepada para shahabat setiap kali datang bulan Ramadan, “Telah datang kepada kalian bulan Ramadan, bulan yang penuh berkah. Allah telah mewajibkan kepada kalian untuk berpuasa. Pada bulan itu Allah membuka pintu-pintu surga dan menutup pintu-pintu neraka.” (HR. Ahmad).

Salafush-shalih sangat memperhatikan bulan Ramadan. Mereka sangat gembira dengan kedatangannya. Tidak ada kegembiraan yang paling besar selain kedatangan bulan Ramadan karena bulan itu bulan penuh kebaikan dan turunnya rahmat.

4. Rancanglah agenda kegiatan untuk mendapatkan manfaat sebesar mungkin dari bulan Ramadan. Ramadhan sangat singkat. Karena itu, isi setiap detiknya dengan amalan yang berharga, yang bisa membersihkan diri, dan mendekatkan diri kepada Allah.

5. Bertekadlah mengisi waktu-waktu Ramadan dengan ketaatan. Barangsiapa jujur kepada Allah, maka Allah akan membantunya dalam melaksanakan agenda-agendanya dan memudahnya melaksanakan aktifitas-aktifitas kebaikan. “Tetapi jikalau mereka benar terhadap Allah, niscaya yang demikian itu lebih baik bagi mereka.” [Q.S. Muhamad (47): 21]

6. Pelajarilah hukum-hukum semua amalan ibadah di bulan Ramadan. Wajib bagi setiap mukmin beribadah dengan dilandasi ilmu. Kita wajib mengetahui ilmu dan hukum berpuasa sebelum Ramadan datang agar puasa kita benar dan diterima oleh Allah. “Tanyakanlah kepada orang-orang yang berilmu, jika kamu tiada mengetahui,” begitu kata Allah di Al-Qur’an surah Al-Anbiyaa’ ayat 7.

7. Sambut Ramadan dengan tekad meninggalkan dosa dan kebiasaan buruk. Bertaubatlah secara benar dari segala dosa dan kesalahan. Ramadan adalah bulan taubat. “Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman, supaya kamu beruntung.” [Q.S. An-Nur (24): 31]

8. Siapkan jiwa dan ruhiyah kita dengan bacaan yang mendukung proses tadzkiyatun-nafs. Hadiri majelis ilmu yang membahas tentang keutamaan, hukum, dan hikmah puasa. Sehingga secara mental kita siap untuk melaksanakan ketaatan pada bulan Ramadan.

9. Siapkan diri untuk berdakwah di bulan Ramadhan dengan:

· buat catatan kecil untuk kultum tarawih serta ba’da sholat subuh dan zhuhur.

· membagikan buku saku atau selebaran yang berisi nasihat dan keutamaan puasa.

10. Sambutlah Ramadan dengan membuka lembaran baru yang bersih. Kepada Allah, dengan taubatan nashuha. Kepada Rasulullah saw., dengan melanjutkan risalah dakwahnya dan menjalankan sunnah-sunnahnya. Kepada orang tua, istri-anak, dan karib kerabat, dengan mempererat hubungan silaturrahmi. Kepada masyarakat, dengan menjadi orang yang paling bermanfaat bagi mereka. Sebab, manusia yang paling baik adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain.

(Disadur dari artikel kiriman seorang sahabat)

Senin, 18 Agustus 2008

HIKMAH RAMADHAN

Dia Yang Selalu Menutupi Keburukan …

Sungguh mendamaikan hati, mengenali Allah sebagai Al Ghaffaar …

Kalau saja kita mau jujur dan apa adanya, rasa-rasanya malu diri ini berada di depan banyak orang, karena begitu banyak cela melekati diri ini. Ingatlah betapa sering perintah Allah kita tinggalkan, absen shalat, malas puasa, enggan zakat karena cinta harta. Belum lagi dosa karena durhaka atau aksi-aksi maksiat yang beraneka rupa, pandangan yang tak terjaga, mulut yang berdusta atau pikiran kotor yang memenuhi benak. Dengan berbagai atribut dosa itu, seharusnya kita tidak lagi memiliki kewibawaan …

Tapi ternyata toh kita masih bisa berdiri tegak, melangkah dengan gagah di depan banyak kolega kita. Mereka semua ternyata tidak tahu menahu tentang segala atribut dosa yang kita miliki. Ternyata, segala kekurangan, cela, dan dosa kita tertutupi. Istri kita tidak tahu betapa buruknya kemampuan kita menjaga pandangan, teman kerja kita tidak sadar betapa gemarnya kita bergunjing tentang mereka, atasan kita bahkan sering tertipu kalau di balik muka lugu dan penurut ini tersimpan jiwa konspirasi yang siap menjatuhkan dirinya. Tetangga mengangguk hormat setiap kali kita lewat, tidak tahu mereka siapa kita sebenarnya ..

Itulah indahnya mengenali Allah sebagai Al Ghaffaar …

Ternyata, Dia, Al Ghaffar yang melakukan itu semua. Allah menutupi segala keburukan kita, sedemikian rupa sehingga istri, teman, dan siapapun yang ada di sekitar kita tetap mengenali diri ini sebagai pribadi yang baik-baik saja. Allah yang menyembunyikan kekuarangan diri kita, yang membuat diri kita tetap terhormat di depan anak-anak kita …

Ah, ternyata, segala “kehebatan” yang kita anggap kita punyai ini bukan karena prestasi kita. Ternyata segala popularitas yang kita miliki bukan karena pribadi ini baik-baik amat. Ya, ternyata, itu semua karena segala kenistaan diri ini ada yang menutupi … Allah yang menutupi!!

Bayangkan jika Allah membiarkan kita dengan segala dosa yang ada dan semua orang tahu perilaku dan kualitas diri kita yang sebenarnya, maka tiadalah guna segala gelar, jabatan, dan harta yang kita punya …

Al Ghaffar. Itulah nama mulia yang terambil dari kata “ghafara (menutup)”, yang menurut Imam Ghazali berarti “Yang menampakkan keindahan dan menutupi keburukan”. Hujjatul Islam ini menjelaskan ada tiga hal yang ditutupi Allah. Pertama, jasmani manusia yang tidak sedap dipandang mata, ditutupi dengan keindahan lahiriah. Kedua, segala suara hati yang buruk yang berseliweran dalam benak manusia. Seandainya suara-suara itu tidak ditutupi Allah, dan terbaca oleh manusia lain, entah bagaimana kekacauan yang akan terjadi. Ketiga, dosa dan pelanggaran manusia …

Oh, sungguh mendamaikan hati, mengenali Allah sebagai Al Ghaffar …

Selasa, 22 Juli 2008

numpang nampank ni...belajar akting di hadapan fotografer handal ternyata menyengkan ya....

HIKMAH

Remaja Muslim perlu bina jati diri, ketrampilan global

  1. Jendela Hikmah: Remaja Muslim perlu bina jati diri, ketrampilan glokal
    Oleh Prof Madya Umi Kalthum Ngah
    REMAJA adalah transisi usia antara kanak-kanak dan dewasa.
    Mereka adalah pewaris masa depan seluruh ummah.
    Banyak kisah daripada al-Quran dan hadis yang boleh dijiwai oleh remaja untuk diselidiki dan dicontohi. Antaranya kisah Nabi Zulkarnain.
    Remaja boleh terus meneliti surah al-Kahfi untuk mengetahui ciri kepemimpinan Islam yang dimiliki Nabi Zulkarnain.
    Namanya saja cukup gah dan hebat untuk kita dapat menilai siapa sebenarnya Zulkarnain. Maksud namanya ialah ‘dia yang mempunyai dua tanduk’ – disebabkan kekuasaannya yang melata dan merentasi benua Barat menjangkau ke Timur.
    Dalam hal ini, Allah berfirman dalam surah al-Kahfi, ayat 84 bermaksud: “Sesungguhnya Kami telah memberi kekuasaan kepada Zulkarnain di muka bumi ini dan kami memberikan kepadanya jalan bagi mencapai segala sesuatu.”
    Ciri kepemimpinannya yang perlu diteladani.
    TAQWA
    Kekuatan pola takwa Zulkarnain tidak diganggu-gugat walaupun beliau mampu menundukkan pelosok dunia Timur dan Barat.
    Zulkarnain tidak mudah lupa diri dan berlagak seperti beraja di mata, bersultan di hati walaupun menguasai dunia. Dia tahu kedudukannya di sisi Allah Maha Pencipta.
    Hayati kata-katanya sebelum membina tembok pemisah penghadang Yakjuj dan Makjuj seperti di dalam ayat 95, surah Al Kahfi bermaksud : “Sesungguhnya apa yang dikurniakan Allah kepadaku adalah lebih baik (daripada pemberianmu)."
    Begitu juga sikap Zulkarnain yang tidak berganjak atau goyah walaupun selepas menempa kejayaan dalam pembinaan tembok itu, seperti dalam surah sama, ayat 98 bermaksud: “(Setelah itu) berkatalah Zulkarnain: "Ini ialah suatu rahmat daripada Tuhanku; dalam pada itu, apabila sampai janji Tuhanku, Dia akan menjadikan tembok itu hancur lebur, dan adalah janji Tuhanku itu benar."
    Betapa tingginya darjah takwa yang terpahat di hati dan jiwa Zulkarnain.
    BERWAWASAN mempunyai misi dan tujuan hidup yang jelas.
    Dalam surah al-Kahfi, ayat 87 hingga 88, Allah berfirman bermaksud :
    “Berkata Zulkarnain, Adapun mereka yang zalim, maka kami akan menyeksanya (yakni menghukumnya dengan tegas), kemudian dia akan dikembalikan kepada Tuhannya dan Tuhan akan mengazabkannya dengan azab yang dahsyat. Adapun mereka yang beriman dan beramal salih maka baginya pahala yang terbaik sebagai balasan dan kami akan titahkan kepadanya perintah yang mudah daripada perintah-perintah Kami.”
    Berdasarkan ayat ini, wawasannya untuk menegakkan kebenaran dan keadilan serta memerangi segala bentuk kekufuran dan kemaksiatan seperti yang digariskan Allah.
    Sungguhpun Zulkarnain dikurniakan segala keperkasaan dan kebesaran, ia tidak begitu mudah memesongkannya daripada matlamat dan hala tuju wawasan yang terpahat di jiwanya.
    Segala kekuasaan yang dimilikinya dianggap sebagai alat atau wasilah yang digunakan sepenuhnya untuk menegakkan kebesaran Allah. Kaedah ini diterapkan secara konsisten dalam setiap wilayah yang berada di bawah sayap taklukannya.
    BIJAK MENYUSUN STRATEGI Setiap perkara untuk mencapai wawasan perlu dirancang dengan rapi. Bukan tindakan yang membuta atau ikut suka-suka. Dalam hal ini, surah al-Khafi mengulangi ayat yang bermaksud berikut: “(Zulkarnain) telah mengikuti satu jalan atau menggunakan pendekatan tertentu.”
    Sebanyak tiga kali iaitu di dalam ayat 85, 89 dan 92.
    Apakah makna di sebalik penekanan itu?
    Ia untuk menegaskan bahawa bagi mendaki tangga kejayaan perlu kepada penyusunan strategi yang rapi, teliti dan halus. Mesti adanya pelan tindakan.
    BERFIKIRAN LUAS BERTERASKAN PANDANGAN GLOBAL Remaja perlu mempunyai kematangan berfikir yang menjangkaui tahap global dalam menghadapi globalisasi.
    Allah menyatakan dalam surah al-Kahfi, ayat 84 bermaksud: “Sesungguhnya Kami telah memberi kekuasaan kepada (Zulkarnain) di muka bumi dan Kami telah memberikan kepadanya jalan (untuk mencapai) segala sesuatu.”
    Remaja Muslim seboleh mungkin perlu mempunyai ketrampilan ‘glokal’. Jika diselidiki, budaya glokal bermaksud mempunyai daya dan kemampuan bertindak secara bijak pada peringkat setempat dengan mengambil kira ketepatan tuntutan secara global.
    Konsep ini sebenarnya menjadi pegangan negara Jepun sejak zaman Maharaja Meiji pada 1876 lagi, khususnya dalam kegiatan pertanian. Asalnya ia dipanggil ‘dochakuka’, istilah berakarumbikan kata kunci dalam bidang pertanian. Konsep ini diperkenalkan untuk amalan tani di negara itu.
    Berikutan itu kegiatan pertanian Jepun mengalami perubahan sehingga dapat melahirkan industri dan produk berkualiti yang mampu bersaing di peringkat domestik dan berjaya menembusi pasaran dunia.
    Justeru, sikap remaja Muslim perlu dicanai sehingga mempunyai jati diri tulen yang akan menyerlahkan kebaikan ciri Islam mereka di kalangan masyarakat tempatan.
    MAHIR BERKOMUNIKASI Dalam surah al-Kahfi, ayat 93 hingga 94, Allah berfirman: “Hingga apabila dia sampai di antara dua buah gunung dia mendapati di hadapan kedua-dua bukit itu satu kaum yang hampir tidak dapat difahami perkataannya. Mereka berkata, “Wahai Zulkarnain, sesungguhnya Yakjuj dan Makjuj melakukan kerosakan di muka bumi.”
    Bayangkan jika seseorang pemimpin itu mampu memahami bahasa satu kaum yang hampir tidak dapat difahami perkataannya. Betapa hebatnya pemimpin itu? Bermakna, Zulkarnain juga seorang yang mempunyai kemahiran komunikasi yang tinggi.
    Untuk memahami sesuatu, maka seseorang itu mesti menjadi pendengar yang baik supaya dapat menentukan pelan tindakan yang perlu diambil sebagai ketua. Apatah lagi, kemahiran bertutur dan berpidato, petah berbicara dan pandai berhujah hingga dapat mematahkan tohmahan lawan.
    Maka, tidak hairan Zulkarnain dapat menakluki dunia dari ufuk Barat sehinggalah ke Timur.
    MAMPU MENGUASAI KECANGGIHAN TEKNOLOGI TERKINI Kita harus kikiskan budaya’hanya lihat, guna dan tahu paka’ dan menggantikannya dengan budaya mengetahui, mendalami, menyelidiki dan merekacipta sendiri. Sungguh jauh jarak perbezaannya di antara kedua-dua perkara itu.
    Budaya berkemahiran sebegini memang dimiliki Zulkarnain dan jelas ditunjukkan di dalam surah al-Kahfi ayat 96 hingga 97 sehingga dapat membina tembok besar untuk membendung kemungkaran Yakjuj dan Makjuj.
    “Beliau berkata, Berilah aku potongan-potongan besi. Apabila besi itu sudah sama rata dengan kedua-dua puncak gunung itu, berkatalah Zulkarnain, Tiuplah (api itu). Apabila besi itu menjadi (merah seperti) api, dia pun berkata, “Berikan aku tembaga yang mendidih supaya aku tuangkannya ke atas besi panas itu. Maka, mereka tidak mampu untuk mendakinya dan mereka juga tidak mampu untuk melubanginya.”

    INTI PATI
    # Remaja perlu mempunyai kematangan berfikir
    # Kikis budaya ’hanya lihat, guna dan tahu paka’ sebaliknya dalami, selidik dan merekacipta sendiri
    # Seseorang mesti menjadi pendengar yang baik supaya dapat menentukan pelan tindakan
    # Remaja Muslim perlu menguasai kecanggihan teknologi terkini
    # Penulis ialah pensyarah Fakulti Kejuruteraan Universiti Sains Malaysia, Pulau Pinang dan boleh dihubungi pada wanitajim@jim.org.my
    # Artikel dengan kerjasama Wanita Pertubuhan Jemaah Islah Malaysia.

Sabtu, 19 Juli 2008

TA'DZIM



Guruku jasa-jasa mu tak akan pernah kami lupakan,engkau telah memberikan kepada kami yang tak bisa kedua orang tua berikan kepada kami, engkau selalu menjadi motivasi dalam setiap langkah kami, ketika kekeringan akibat kemarau yang panjang begitu gersang dihati kami,namun seketika itu hilang dan begitu sejuknya hati kami ketika kami temukan wajahmu dihadapan kami, wahai guruku....ilmumu takkan pernah pudar,takkan pernah lekang dan lapuk diterjang zaman,,,guru kami tercinta.,,,(bapa,,,punten upami kirang sopan) by anak didikmu.

Jumat, 18 Juli 2008

HIKMAH

MANAJEMEN QOLBU

Betapa indahnya sekiranya kita memiliki qolbu yang senantiasa tertata, terpelihara, terawat dengan sebaik-baiknya. Ibarat taman bunga yang pemiliknya mampu merawatnya dengan penuh kesabaran dan ketelatenan. Alur-alur penanamannya tertata rapih. Pengelompokan jenis dan warna bunganya berkombinasi secara artistik. Yang ditanam hanya tanaman bunga yang memiliki warna-warni yang indah atau bahkan yang menyemerbakan keharuman yang menyegarkan.

Rerumputan liar yang tumbuh dibawahnya senantiasa disiangi. Parasit ataupun hama yang akan merusak batang dan daunnya dimusnahkan. Tak lupa setiap hari disiraminya dengan merata, dengan air yang bersih. Tak akan dibiarkan ada dahan yang patah atau ranting yang mengering.

Walhasil, tanahnya senantiasa gembur, tanaman bunga pun tumbuh dengan subur. Dedaunannya sehat menghijau. Dan, subhanallah, bila pagi tiba manakala sang matahari naik sepenggalah, dan saat titik-titik embun yang bergelayutan di ujung dedaunan menagkap kilatan cahayanya, bunga-bunga itu, dengan aneka warnanya, mekar merekah. Wewangian harumnya semerbak ke seantero taman, tak hanya tercium oleh pemiliknya, tetapi juga oleh siapapun yang kebetulan berlalu dekat taman. Sungguh, alangkah indah dan mengesankan.

Begitu pun qolbu yang senantiasa tertata, terpelihara, serta terawat dengan sebaik-baiknya. Pemiliknya akan senantiasa merasakan lapang, tenteram, tenang, sejuk, dan indahnya hidup di dunia ini. Semua ini akan tersemburat pula dalam setiap gerak-geriknya, perilakunya, tutur katanya, sunggingan senyumnya, tatapan matanya, riak air mukanya, bahkan diamnya sekalipun.

Orang yang hatinya tertata dengan baik tak pernah merasa resah gelisah, tak pernah bermuram durja, tak pernah gundah gulana. Kemana pun pergi dan dimana pun berada, ia senantiasa mampu mengendalikan hatinya. Dirinya senantiasa berada dalam kondisi damai dan mendamaikan, tenang dan menenangkan, tenteram dan menenteramkan. Hatinya bagai embun yang menggelayut di dedaunan di pagi hari, jernih, bersinar, sejuk, dan menyegarkan. Hatinya tertambat bukan kepada barang-barang yang fana, melainkan selalu ingat dan merindukan Zat yang Maha Memberi Ketenteraman, Allah Azza wa Jalla.

Ia yakin dengan keyakinan yang amat sangat bahwa hanya dengan mengingat dan merindukan Allah, hanya dengan menyebut-nyebut namanya setiap saat, meyakini dan mengamalkan ayat-ayat-Nya, maka hatinya menjadi tenteram. Tantangan apapun dihadapinya, seberat apapun, diterimanya dengan ikhlas. Dihadapinya dengan sunggingan senyum dan lapang dada. Baginya tak ada masalah sebab yang menjadi masalah hanyalah caranya yang salah dalam menghadapi masalah.

Adalah kebalikannya dengan orang yang berhati semrawut dan kusut masai. Ia bagaikan kamar mandi yang kumuh dan tidak terpelihara. Lantainya penuh dengan kotoran. Lubang WC-nya masih belepotan sisa kotoran. Dindingnya kotor dan kusam. Gayungnya bocor, kotor, dan berlendir. Pintunya tak berselot. Krannya susah diputar dan air pun sulit untuk mengalir. Tak ada gantungan. Baunya membuat setiap orang yang menghampirinya menutup hidung. Sudah pasti setiap orang enggan memasukinya. Kalaupun ada yang sudi memasukinya, pastilah karena tak ada pilihan lain dan dalam keadaan yang sangat terdesak. Itu pun seraya menutup hidung dan menghindarkan pandangan sebisa-bisanya.

Begitu pun keadaannya dengan orang yang berhati kusam. Ia senantiasa tampak resah dan gelisah. Hatinya dikotori dengan buruk sangka, dendam kesumat, licik, tak mau kompromi, mudah tersinggung, tidak senang melihat orang lain berbahagia, kikir, dan lain-lain penyakit hati yang terus menerus menumpuk, hingga sulit untuk dihilangkan.

Sungguh, orang yang berhati busuk seperti itu akan mendapatkan kerugian yang berlipat-lipat. Tidak saja hatinya yang selalu gelisah, namun juga orang lain yang melihatnya pun akan merasa jijik dan tidak akan menaruh hormat sedikit pun jua. Ia akan dicibir dan dilecehkan orang. Ia akan tidak disukai, sehingga sangat mungkin akan tersisih dari pergaulan. Terlepas siapa orangnya. Adakah ia orang berilmu, berharta banyak, pejabat atau siapapun; kalau berhati busuk, niscaya akan mendapat celaan dari masyarakat yang mengenalnya. Derajatnya pun mungkin akan sama atau, bahkan, lebih hina dari pada apa yang dikeluarkan dari perutnya.

Bagi orang yang demikian, selain derajat kemuliannya, akan jatuh di hadapan manusia, juga di hadapan Allah. Ini dikarenakan hari-harinya selalu diwarnai dengan aneka perbuatan yang mengundang dosa. Allah tidak akan pernah berlaku aniaya terhadap makhluk-makhluknya. Sesungguhnyalah apa yang didapatkan seseorang itu, tidak bisa tidak, merupakan buah dari apa yang diusahakannya.

"Dan bahwasannya manusia tidak akan memperoleh (sesuatu), selain dari apa yang telah diusahakannya. Dan bahwasannya kelak akan diperlihatkan (kepadanya), kemudian akan diberikan balasan kepadanya dengan balasan yang paling sempurna." (QS. An Najm {53} : 39-41), demikian firman Allah Azza wa Jalla.

Kebaikan yang ditunaikan dan kejahatan yang diperbuat seseorang pastilah akan kembali kepada pelakunya. Jika berbuat kebaikan, maka ia akan mendapatkan pahala sesuai dengan takaran yang telah dijanjikan-Nya. Sebaliknya, jika berbuat kejahatan, niscaya ia akan mendapatkan balasan siksa sesuai dengan kadar kejahatan yang dilakukannya. Sedangkan kebaikan dan kejahatan tidaklah bisa berhimpun dalam satu kesatuan.

Orang yang hatinya tertata rapih adalah orang yang telah berhasil merintis jalan ke arah kebaikan. Ia tidak akan tergoyahkan dengan aneka rayuan dunia yang tampak menggiurkan. Ia akan melangkah pada jalan yang lurus. Dititinya tahapan kebaikan itu hingga mencapai titik puncak. Sementara itu ia akan berusaha sekuat-kuatnya untuk berusaha sekuat-kuatnya untuk memelihara dirinya dari sikap riya, ujub, dan perilaku rendah lainnya. Oleh karenanya, surga sebaik-baiknya tempat kembali, tentulah telah disediakan bagi kepulangannya ke yaumil akhir kelak. Bahkan ketika hidup di dunia yang singkat ini pun ia akan menikmati buah dari segala amal baiknya.

Dengan demikian, sungguh betapa beruntungnya orang yang senantiasa bersungguh-sungguh menata hatinya karena berarti ia telah menabung aneka kebaikan yang akan segera dipetik hasilnya dunia akhirat. Sebaliknya alangkan malangnya orang yang selama hidupnya lalai dan membiarkan hatinya kusut masai dan kotor. Karena, jangankan akhirat kelak, bahkan ketika hidup di dunia pun nyaris tidak akan pernah merasakan nikmatnya hidup tenteram, nyaman, dan lapang.

Marilah kita senantiasa melatih diri untuk menyingkirkan segala penyebab yang potensial bisa menimbulkan ketidaknyamanan di dalam hati ini. Karena, dengan hati yang nyaman, indah, dan lapang, niscaya akan membuat hidup ini terasa damai, karena berseliwerannya aneka masalah sama sekali tidak akan pernah membuat dirinya terjebak dalam kesulitan hidup karena selalu mampu menemukan jalan keluar terbaiknya, dengan izin Allah. Insya Allah!***

DAKWAH


BENARKAH SEMUA PENDAPAT BOLEH DIAMBIL?

Seorang penganut liberal telah mempublikasikan sebuah tulisan yang berjudul “Metodologi Berfatwa Dalam Islam”, katanya: “Setiap umat memiliki hak untuk mengikuti tafsir a la Sunni, a la Mu’tazilah, a la Syi’ah, a la Gus Dur, a la Cak Nur, a la kiai langitan, a la Jaringan Islam Liberal (JIL), a la Ahmadiyah, dan lain-lain. Wahai, serahkanlah kepada umat untuk memilih mana-mana tafsir yang terbaik untuk dirinya” (lihat, situs JIL, 23/9/2005).

Tampak jelas dalam penggalan di atas, si penulis memiliki pemahaman bahwa setiap orang boleh mengikuti tafsir siapa saja yang sesuai dengan kecenderungannya, tanpa ada rambu-rambu yang jelas, semuanya diserahkan kepada publik untuk memilih.

Dengan sikap yang seperti itu, si kandidat doktor ini juga secara tidak langsung beranggapan bahwa setiap pendapat layak diperhitungkan, tanpa melihat substansi atau kapasitas pencetusnya, tidak heran jika di kesempatan lain si penulis berpendapat bahwa di sana ada kelompok yang pro pluralisme, dan yang kontra pluralisme, sekaligus dalil kedua pihak (Media Indonesia 6/8/2004), tanpa melihat siapa yang pro-kontra, para fuqaha’ atau bukan, si penulis langsung memasukkannya dalam ‘wilayah khilaf’ yang layak diperhitungkan.

Bahkan dalam tulisan terakhir, si penulis “Metodologi Berfatwa” menyarankan agar umat islam mau mengadopsi pendapat non muslim (lihat, “Membentengi Islam?”, dipublikasikan dalam situs JIL, 28/8/2006).

Jika sikap “tidak jelas” ini terus-menerus dikembangkan, maka bisa-bisa perkawinan sesama jenis juga dihalalkan, karena toh bukankah ada beberapa mahasiswa syari’ah dari IAIN yang membolehkan? Walhasil, nalar seperti ini amatlah berbahaya.

Kapan Sebuah Pendapat Bisa Diterima?

Jika tidak semua pendapat boleh diambil, maka kapan suatu pendapat bisa diterima? Ada dua syarat yang harus dipenuhi, hingga sebuah pendapat boleh diambil: Pertama, pendapat tersebut tidak bertentangn dengan dalil qath’i. Kedua, pendapat itu lahir dari seorang mujtahid (lihat, Dirasat Fi Al Ikhtilafat Al ‘Ilmiyah, Dr. Muhammad Abu Al Fath Al Bayanuni, hal. 114)

Jika ada sebuah pendapat yang tidak memenuhi kedua syarat di atas atau salah satunya, maka pendapat itu tidak diperhitungkan, dan tidak boleh dimasukkan dalam lingkup “khilaf”. Pendapat yang bertentangan dengan dalil qath’i tidak boleh diikuti karena tidak diperbolehkan ijtihad sedangkan di sana terdapat dalil qath’i. Inilah yang dimaksud dengan kaidah “la ijtihada ma’a wurudi an nash”, ijtihad dalam keadaan seperti ini sama dengan melangkahi Allah dan rasul-Nya, firman Allah, “Hai orang-orang yang beriman janganlah kamu mendahului Allah dan rasul-Nya”(Al Hujurat, ayat 1), “Tidaklah patut bagi mukmin tidak pula mukminah, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan berangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sesungguhnya ia telah sesat, sesat yang nyata (Al Ahzab, ayat 36).

Imam Ghazali mengatakan: “Obyek ijtihad adalah semua hukum syar’i yang tidak terdapat dalil qath’i, ijtihad seperti inilah yang membebaskan pelakunya dari dosa apabila terjadi kesalahan dalam ijtihadnya. Adapun kewajiban shalat lima waktu, zakat, serta hal-hal yang jelas-jelas disepakati oleh umat yang terdapat di dalamnya dalil qath’i berdosalah mereka yang menyelisihi, hal itu bukanlah obyek ijtihad” (Al Mustashfa, vol. 2, hal. 354).

Walau sebuah pendapat lahir dari seorang mujtahid, akan tetapi jika hal itu bertentangan dengan dalil qath’i maka pendapatnya pun tidak boleh dipakai. Imam Syatibi berkata: ”Sesungguhnya jika seorang ‘alim terjatuh dalam kesalahan (dalam ijtihadnya) maka pendapatnya tidak boleh dijadikan pijakan, juga tidak boleh bertaklid kepadanya, hal itu karena hasil ijtihadnya bertentangan dengan syara’” (Al Muwafaqat, vol. 4, hal. 123).

Pun pula, kita tidak boleh mengambil pendapat yang datang dari seseorang yang tidak memiliki kemampuan untuk berijtihad, karena tidak diperbolehkan bagi mereka yang bukan mujtahid mengambil istimbath (kesimpulan) dalam permasalahan fiqih. Bersandar pada firman Allah: “Maka bertanyalah kamu sekalian kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kalian tidak mengetahui” (An Nahl, ayat 43), juga ayat lain yang artinya, “dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, pengelihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggung jawabannya” (Al Isra’, ayat 36).

Imam Syathibi juga berkata: “Ijtihad dalam syari’ah ada dua macam. Pertama, ijtihad yang diperhitungkan secara syar’i, yaitu ijtihad yang datang dari ahlinya, yang menguasai perangkat yang dibutuhkan dalam ijtihad…Kedua, ijtihad yang tidak diperhitungkan, yaitu ijtihad yang datang dari mereka yang tidak menguasai perangkat yang dibutuhkan dalam ijtihad, karena hal itu hakikatnya hanyalah sebatas pandapat yang didasari selera, kebodohan dan perturutan terhadap hawa nafsu, sebagaimana firman Allah: “Dan hendaklah kamu memutuskan perkara diantara mereka menurut apa yang telah diturunkan Allah, dan janganlah kamu menuruti hawa nafsu mereka…” (Al Maidah, ayat 49), “Wahai Dawud, sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah di muka bumi, maka berilah keputusan diantara manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah…” (Shaad, ayat 26) (Al Muwafaqat, vol.4, hal 121).

Kewajiban Tarjih Dalam Masalah Khilaf

Dalam masalah ijtihadiyah, jika terdapat dua pendapat atau lebih, yang sama-sama datang dari mujtahid, maka tidak diperbolehkan bagi kaum awam memilih salah satu darinya tanpa melalui proses tarjih terlebih dahulu. Karena dua mujtahid di mata kaum awam seperti dua dalil di mata mujtahid, maka sebagaimana diwajibkan atas mujtahid tarjih, diwajibkan pula atas kaum awam hal itu. Juga atas dasar firman Allah: “…Kemudian jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah dan Rasulnya…” (An Nisa’, ayat 59). Dan dua mujtahid telah berbeda pendapat dalam satu masalah yang dihadapi si muqalid, maka si muqalid wajib mengembalikan hal itu kepada Allah dan Rasulnya, yaitu kembali kepada dalil syar’i. Dengan begitu, ia terhindar dari hawa nafsu. Dan memilih salah satu dari dua pendapat dengan hanya berpatokan pada “selera”, bertentangan dengan ruju’ kepada Allah dan Rasul-Nya (lihat, Al Muwafaqat, vol. 4, hal. 96).

Sebagaimana Ibnu Qoyim Al Jauziyah juga berpendapat, jika seorang mufti dihadapkan dengan dua pendapat, dan dia mengalami kesulitan untuk mentarjih salah satunya, maka mufti tersebut harus tawaquf, tidak mengeluarkan fatwa dalam masalah itu, hingga dia mengatahui mana yang rajih dari dua pendapat tersebut (lihat, I’lamul Muwaqi’in, vol. 4, hal. 474)

Walhasil, jika ada beberapa pendapat maka perlu dilihat terlebih dahulu, apakah pendapat itu bertentangan dengan dalil qath’i atau tidak, hasil ijtihad seorang mujtahid atau bukan. Dan inipun tidak boleh langsung kita ambil, kecuali melalui proses tarjih terlebih dahulu. Wallahu’alam bishowab. (Hidayatullah.com)

Selasa, 08 Juli 2008

HIKMAH

CAHAYA ILMU

Bentuk kenikmatan pertama yang Allah anugerahkan kepada kita adalah nikmat diciptakan sebagai manusia yang sempurna, mulanya dari air yang hina yang berasal dari sulbi ayah kita, setelah itu Allah meniupkan sebagian ruhnya dlam janin dalam rahim ibu kita.

Maka apabila telah kusempurnakan kejadiannya dan kutiupkan kepadanya roh (ciptaanKu); maka hendaklah kamu tersungkur dengan bersujud kepadaNya. QS.Shaad:72

Sampai akhirnya kita dilahirkan kedunia. Sebuah proses penciptaan dan pemeliharan yang sempurna. Subhanallah.

Demikianlah Allah melanjutkan pemberian kenikmatan kepada kita sampi saat ini dengan kudrat dan tadbir(pengaturan)Nya yang juga sempurna, sesuatu yang memang sudah dijamin sejak 4 bulan dalam rahim ibu kita, berupa rezeki, jodoh, mati, qodo dan qodarnya. Maka, suungguh aneh manusia yang sesuatu yang sudah dijamin berupa rezeki, tetapi lupa kepada penjaminnya, yakni Allah Azza Wa jalla.

Kenikmatan lain yang Allah berikan hanya kepada manusia yaitu akal. Manfaat akal adalah mengenal bukti-bukti kekuasaan Allah dialam semesta. Juga akal menjadi sarana bagi kita untuk melakukan perubahan pada lingkungan sekitar kita, untuk tujuan kebaikan umat manusia. Maka, tidak heran apabila pesatnya ilmu pengetahuan dan teknologi adalah menjadi sebagian bukti bahwa Dialah Allah yang Maha Mengetahui (‘alim), Maha halus (al lathif) dan Maha luas dan dalam pengetahuannya (al khoir). Dialah Allah yang memberi ilmu kepada siapa yang dia kehendaki.

Oleh karena itu dengan bekal ilmu yang Allah anugerahkan kepada kita maka seharusnya membuat kita semakin taat dan yakin akan kesempurnaan Zat-Nya. Ilmu adalah cahaya, makin kita mereguk nikmat ilmu semestinya membuat kita jadi cahaya, hidup kita lebih lurus, lebih manfaat dan lenih tenang. Bukan sebaliknya, ilmu yang Allah berikan malah membuat kita merasa hebat, semakin gelisah, jadi pecinta dunia, lupa akan akhirat dan lupa kepada Allah, Jangan seperi Qorun yang bangga akan ilmu dan hartanya, akhirnya ditenggelamkan kedalam bumi karena kesombongannya. Justru ilmunya menjadi jalan kehinaan dan kehancuran, Na’udzubillah.

Saudaraku, bersyukurlah kita, apabila kita masih diberi kesempatan untuk belajar, bersyukurlah dengan mengamalkan ilmu yang sudah ada pada diri kita dengan sekuat tenaga. Bersyukurlah dengan upaya mencapai ketinggian ilmu yang bisa kita raih, sampai menjadi orang yang paling ahli. Sungguh untuk membangun sebuah peradaban, kita membutuhkan orang-orang ahli, spesialis dan diakui dunia pada bidangnya. Hindari kemalasan dan kelalaian, sebarkanlah ilmu walaupun sedikit yang kita punyai, insya Allah bermanfaat untuk orang lain, sebagaimana pesan Rosulullah Saw, dari Zaid bin Arqam r.a.katanya: Rosulullah Saw mengucapkan dalam doanya yang artinya: “Ya Allah, sesungguhnya saya mohon kepadaMu dari kelemahan dan kemalasan, kekikiran dan dan usia terlampau tua, serta siksa kubur. Ya Allah berikanlah kepada jiwaku ini untuk dapat bertaqwa kepadaMu,juga sucikanlah jiwaku itu karena engkau sebaik-baik zat yang dapat menyucikannya, Engkulah yang Maha Menguasai serta yang menjadi Tuhannya. Ya Allah sesungguhnya saya mohon perlindungan kepada Mu dari ilmu pengetahuan yang tidak bermanfaat,dari jiwa yang tidak dapat khusyu, dari jiwa yang tidak puas-puas dan dari doa yang tidak dikabulkan.”(HR. Muslim)

Saudaraku yang dimuliakan oleh Allah Swt, tidaklah sama orang yang berilmu dan tidak berilmu. Bahkan para ulama mengatakan bahwa menuntut ilmu itu lebih baik dari pada ibadah semalaman. Luar biasa, semoga kita senantiasa diberikan kesempatan untuk menambah ilmu kita. Dan dengan ilmu dan pertolongan Allah kita diberikan pemahaman akan kebesaran Allah dan menjadi jalan untuk beramal yang bermanfaat yang di inspirasi oleh hati yang ikhlas.

Jumat, 13 Juni 2008

Memandang Wajah Allah

Tentunya kita pernah merasakan kerinduan terhadap orang-orang yang kita sayangi, ayah-ibu kita, saudara kita, teman2 kita, suami-istri (bagi yang sudah punya). Setelah berpisah sekian lama semakin terasalah kerinduan itu, yang kemudian kita berharap untuk segera bertemu, melepas kerinduan. Kemudian tibalah saat pertemuan itu, maka bagaimana indahnya suasana itu. Tidakkah ada sesuatu yang lebih indah selain pada suasana itu. Segenap rasa yang selama ini terpendam tertumpahkan.

Hal yang lain, tentunya kita pernah mengharapkan akan sesuatu hal. Ambil contoh ringan, ketika kita sedang kehausan dalam perjalanan, maka kita sangat mengharapkan mendapatkan air untuk melepaskan dahaga. Kemudian tatkala air tersebut kita dapatkan, bukankah girangnya perasaan kita waktu itu. Sesuatu yang tidak dapat dilukiskan.

Kalau demikian halnya, bagaimana suasana saat pertemuan kita nanti dengan Allah 'Azza wa Jalla, Dzat yang telah menciptakan kita, yang selama ini selalu kita ibadahi, yang perintahNya selalu kita jalankan, yang laranganNya selalu kita hindari. Bagaimana rasanya ketika bertemu dengan Rabb kita nanti - yang selama ini, seumur hidup kita senantiasa kita rindukan. Beberapa hadits berikut ini memberikan keterangan kepada kita.

Diriwayatkan oleh Shuhaib ra, Rasulullah saw membaca ayat: lilladziina ahsanul husnaa wa ziyaadah... kemudian beliau bersabda, "Apabila ahlul jannah sudah masuk ke dalam jannah, dan ahli neraka sudah masuk ke dalam neraka, maka malaikat yang bertugas menyeru: Wahai ahli jannah! Sesungguhnya bagi kalian di sisi Allah ada sebuah janji, Allah menghendaki akan menunaikannya.

Ahlul jannah bertanya: janji apakah itu? Bukankah Allah sudah memberatkan timbangan amal baik kami? Dan telah memutihbersihkan wajah-wajah kami? Dan telah memasukkan kami ke dalam jannah serta menyelamatkan kami dari neraka?

Kemudian Nabi saw melanjutkan sabdanya:
"Maka dibukalah hijab, maka ahlul jannah itu pun melihat wajah Allah. Dan demi Allah! Tiada satu pemberian pun pada mereka oleh Allah yang lebih mereka senangi daripada melihat pada Allah. Dan tiada (yang lebih mereka senangi) daripada Allah menatap mata mereka." (diriwayatkan oleh Ibnu Majah)

Sub-haanallah.

Keterangan dari hadits yang lain,

Dari Jabir bin Abdillah ra ia berkata, Rasulullah saw bersabda: "Ketika penghuni surga berada dalam kenikmatannya, maka bersinarlah bagi mereka sebuah cahaya, lalu mereka menengadahkan kepalanya. Maka disana Allah melihat dari atas mereka. Allah berfirman: "Keselamatan bagi kalian, wahai ahli surga." Nabi saw bersabda: itulah seperti firman Allah, ... salaamun qaulan min rabbirrahiim (... kepada mereka dikatakan: "salam" sebagai ucapan selamat dari Tuhan yang Maha Penyayang)."

Nabi saw bersabda: "maka Allah melihat mereka dan mereka pun melihat kepadaNya, mereka tidak menengok kepada sesuatu pun dari kenikmatan selama mereka melihat pada Tuhannya, sehingga Allah ditutup dari mereka, sedang cahayaNya dan berkahNya tetap atas mereka dalam kediaman mereka (surga)."(diriwayatkan oleh Ibnu Majah)

Sungguh suatu gambaran kehidupan di surga yang tidak bisa kita bayangkan saat ini. Namun Rasulullah saw memberikan gambaran sederhana, yang dapat dijangkau oleh akal dan fikiran kita di dunia ini dengan haditsnya sebagai berikut:

Jabir bin Abdillah ra berkata: Kami sedang berada di dekat Rasulullah saw, lalu beliau memandang bulan pada malam purnama dan bersabda: "Sungguh kalian akan dapat melihat Tuhan dengan mata kepala, sebagaimana kalian melihat bulan ini. Kalian tidak akan tertimpa bahaya dalam melihatNya." (diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim)

Demikian, hadits-hadits yang menceritakan indahnya suasana saat bertemu dengan Allah Rabbul 'Aalamin. Semoga semakin mempertebal kerinduan kita kepada Allah, sehingga memotifasi kita untuk semakin mendekatkan diri kepada Allah 'Azza wa Jalla.

[Abu Fauzan]

Selasa, 27 Mei 2008

Jumat, 23 Mei 2008

DAKWAH

Islam secara Kaffah

"Wahai orang-orang yang beriman, masuklah kamu semuanya kedalam Islam secara kaffah, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaithan. Sesungguhnya dia itu musuh yang nyata bagimu."
(Qs. al-Baqarah 2:208)
Ayat diatas merupakan seruan, perintah dan juga peringatan Allah yang ditujukan khusus kepada orang-orang yang beriman, yaitu orang-orang yang mengakui Allah sebagai Tuhan satu-satunya dan juga mengakui Muhammad selaku nabi-Nya agar masuk kedalam agama Islam secara kaffah atau secara keseluruhan, benar-benar, sungguh-sungguh.

Apa maksudnya ?
Pengalaman telah mengajarkan kepada kita, betapa banyaknya manusia-manusia yang mengaku telah beriman kepada Allah, mengaku meyakini apa yang diturunkan kepada Nabi Muhammad dan dia juga mengaku beragama Islam akan tetapi pada hakekatnya mereka tidaklah Islam.

Islam hanya dijadikan topeng, cuma sekedar pajangan didalam KTP yang sewaktu marak aksi demonstrasi dipergunakan sebagai tameng didalam menindas orang-orang yang lemah, melakukan aniaya terhadap golongan minoritas serta tidak jarang dijadikan sarana untuk menipu rakyat banyak.

Allah tidak menghendaki Islam yang demikian.
Islam adalah agama kedamaian, agama yang mengajarkan Tauhid secara benar sebagaimana ajaran para Nabi dan Rasul serta agama yang memberikan rahmat kepada seluruh makhluk sebagai satu pegangan bagi manusia didalam menjalankan tugasnya selaku Khalifah dimuka bumi.

Dalam surah al-Baqarah 2:208 diatas, Allah memberikan sinyal kepada umat Islam agar mau melakukan intropeksi diri, sudahkah kita benar-benar beriman didalam Islam secara kaffah ?

Allah memerintahkan kepada kita agar melakukan penyerahan diri secara sesungguhnya, lahir dan batin tanpa syarat hanya kepada-Nya tanpa diembel-embeli hal-hal yang bisa menyebabkan ketergelinciran kedalam kemusryikan.

Bagaimanakah jalan untuk mencapai Islam Kaffah itu sesungguhnya ?
al-Qur'an memberikan jawaban kepada kita :

"Hai orang-orang yang beriman, taatlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya, dan janganlah kamu berpaling darinya, padahal kamu mengerti."
(Qs. al-Anfaal 8:20)
Jadi Allah telah menyediakan sarana kepada kita untuk mencapai Islam yang kaffah adalah melalui ketaatan kepada-Nya dan kepada Rasul-Nya serta tidak berpaling dari garis yang sudah ditetapkan.

Taat kepada Allah dan Rasul ini memiliki aspek yang sangat luas, akan tetapi bila kita mengkaji al-Qur'an secara lebih mendalam lagi, kita akan mendapati satu intisari yang paling penting dari ketaatan terhadap Allah dan para utusan-Nya, yaitu melakukan Tauhid secara benar.

Tauhid adalah pengesaan kepada Allah.
Bahwa kita mengakui Allah sebagai Tuhan yang Maha Pencipta yang tidak memiliki serikat ataupun sekutu didalam zat dan sifat-Nya sebagai satu-satunya tempat kita melakukan pengabdian, penyerahan diri serta ketundukan secara zhohir dan batin.

Seringkali manusia lalai akan hal ini, mereka lebih banyak berlaku sombong, berpikiran picik laksana Iblis, hanya menuntut haknya namun melupakan kewajibannya. Tidak ubahnya dengan orang kaya yang ingin rumahnya aman akan tetapi tidak pernah mau membayar uang untuk petugas keamanan.

Banyak manusia yang sudah melebihi Iblis.
Iblis tidak pernah menyekutukan Allah, dia hanya berlaku sombong dengan ketidak patuhannya untuk menghormati Adam selaku makhluk yang dijadikan dari dzat yang dianggapnya lebih rendah dari dzat yang merupakan sumber penciptaan dirinya.

Manusia, telah berani membuat Tuhan-tuhan lain sebagai tandingan Allah yang mereka sembah dan beberapa diantaranya mereka jadikan sebagai mediator untuk sampai kepada Allah. Ini adalah satu kesyirikan yang besar yang telah dilakukan terhadap Allah.

"Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan pendeta-pendeta mereka sebagai Tuhan-Tuhan selain Allah, juga terhadap al-Masih putera Maryam; padahal mereka tidak diperintahkan melainkan agar menyembah Tuhan Yang Satu; yang tidak ada Tuhan selain Dia. Maha suci Allah dari apa yang mereka persekutukan."
(Qs. al-Baraah 9:31)

"Dan mereka menyembah selain daripada Allah apa yang tidak dapat mendatangkan kemudharatan kepada mereka dan tidak pula kemanfa'atan, namun mereka berkata: "Mereka itu penolong-penolong kami pada sisi Allah !". Katakanlah:"Apakah kamu mau menjelaskan kepada Allah apa yang tidak diketahui-Nya di langit-langit dan dibumi ?" ; Maha Suci Allah dan Maha Tinggi Dia dari apa yang mereka persekutukan."
(Qs. Yunus 10:18)

Penyakit syirik ini dapat mengenai dan menyertai siapa saja, tidak terkecuali didalam orang-orang Islam yang mengaku bertauhid. Untuk itulah Allah memberikan perintah internal kepada umat Muhammad ini agar sebelum mereka melakukan Islamisasi kepada orang lain, dia harus terlebih dahulu mengIslamkan dirinya secara keseluruhan alias Kaffah dengan jalan mentaati apa-apa yang sudah digariskan dan dicontohkan oleh Rasul Muhammad Saw sang Paraclete yang agung, Kalky Authar yang dijanjikan.

Bagaimana orang Islam dapat melakukan satu kesyirikan kepada Allah, yaitu satu perbuatan yang mustahil terjadi sebab dia senantiasa mentauhidkan Allah ?

Sejarah mencatatkan kepada kita, berapa banyak orang-orang Muslim yang melakukan pemujaan dan pengkeramatan terhadap sesuatu hal yang sama sekali tidak ada dasar dan petunjuk yang diberikan oleh Nabi.

Dimulai dari pemberian sesajen kepada lautan, pemandian keris, peramalan nasib, pemakaian jimat, pengagungan kuburan, pengkeramatan terhadap seseorang dan seterusnya dan selanjutnya.

Inilah satu bentuk kesyirikan terselubung yang terjadi didalam diri dan tubuh kaum Muslimin kebanyakan.

Mereka lebih takut kepada si Roro Kidul ketimbang kepada Allah, mereka lebih hormat kepada kyai ketimbang kepada Nabi. Mereka lebih menyukai membaca serta mempercayai isi kitab-kitab primbon

Adakah orang-orang yang begini ini disebut sebagai Islam yang kaffah ?
Sudah benarkah cara mereka beriman kepada Allah ?

Saya yakin, kita semua membaca al-Fatihah didalam Sholat, dan kita semua membaca :

"Iyyaka na'budu waiyya kanasta'in"
Yang artinya :
"Hanya kepada Engkaulah (ya Allah) kami mengabdi dan hanya kepada Engkaulah (ya Allah) kami memohon pertolongan"

Atau juga :
"U diemen wij en U smeeken wij om hulp"
Yang berarti :
"THEE alone do we worship and THEE alone do we implore for help".

Ayat ini berindikasikan penghambaan kita kepada Allah dan tidak memberikan sekutu dalam bentuk apapun sebagaimana juga isi dari surah al-Ikhlash :
"Katakan: Dialah Allâh yang Esa. Allâh tempat bergantung. Tidak beranak dan tidak diperanakkan. Dan tidak ada bagi-Nya kesetaraan dengan apapun."
(Qs. al-Ikhlash 112:1-4)

"Zeg: Hij, Allah is Een; Allah is Hij, van Wien alles afhangt; Hij baart niet, noch is Hij geebard; En niemand is Hem gelijk."
(Qur'an al-Ichlas het 112de: 1-4)

Hanya sayangnya, manusia terlalu banyak yang merasa angkuh, pongah dan sombong yang hanyalah merupakan satu penutupan dari sifat kebodohan mereka semata sehingga menimbulkan kezaliman-kezaliman, baik terhadap diri sendiri dan juga berakibat kepada orang lain bahkan hingga kepada lingkungan.

Untuk mendapatkan kekayaan, kedudukan maupun kesaktian, tidak jarang seorang Muslim pergi kedukun atau paranormal, memakai jimat, mengadakan satu upacara ditempat-tempat tertentu pada malam-malam tertentu dan di-ikuti pula dengan segala macam puasa-puasa tertentu pula yang tidak memiliki tuntunan dari Allah dan Rasul-Nya.

Apakah mereka-mereka ini masih bisa disebut sebagai seorang Islam yang Kaffah ? Dengan tindakan mereka seperti ini, secara tidak langsung mereka sudah meniadakan kekuasaan Allah, mereka menjadikan semuanya itu selaku Tuhan-tuhan yang berkuasa untuk mengabulkan keinginan mereka.

"Dan sebagian manusia, ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Tetapi orang-orang yang beriman adalah amat sangat cintanya kepada Allah."
(Qs. Al-Baqarah 2:165)

Kepada orang-orang seperti ini, apabila diberikan peringatan dan nasehat kepada jalan yang lurus, mereka akan berubah menjadi seorang pembantah yang paling keras.
"Dan sesungguhnya Kami telah mengulang-ulangi bagi manusia dalam al-Qur'an ini bermacam-macam perumpamaan. Tetapi manusia adalah makhluk yang paling banyak membantah."
(Qs. al-Kahf 18:54)

"Tidakkah engkau pikirkan orang-orang yang membantah tentang kekuasaan-kekuasaan Allah ? Bagaimana mereka bisa dipalingkan ?"
(Qs. al-Mu'min 40:69)

Orang-orang sekarang telah banyak yang salah pasang ayat, mereka katakan bahwa apa yang mereka lakukan itu bukanlah suatu kesyirikan melainkan satu usaha atau cara yang mesti ditempuh sebab tanpa usaha Tuhan tidak akan membantu.

Memang benar sekali, tanpa ada tindakan aktif dari manusia, maka tidak akan ada pula respon reaktif yang timbul sebagai satu bagian dari hukum alam sebab-akibat. Akan tetapi, mestikah kita mengaburkan akidah dengan dalil usaha ?

Anda ingin kaya maka bekerja keras dan berhematlah semampu anda, anda ingin mendapatkan penjagaan diri maka masukilah perguruan-perguruan beladiri, anda ingin pintar maka belajarlah yang rajin begitu seterusnya yang pada puncak usaha itu haruslah dibarengi dengan doa kepada Allah selaku penyerahan diri kepada sang Pencipta atas segala ketentuan-Nya, baik itu untuk ketentuan yang bagus maupun ketentuan yang tidak bagus.

"Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui."
(Qs. al-Baqarah 2:216)

"Yang demikian itu adalah nasehat yang diberikan terhadap orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, karena barang siapa berbakti kepada Allah, niscaya Dia akan memberikan jalan bagi mereka satu pemecahan; dan Allah akan mengaruniakan kepadanya dari jalan yang tidak ia sangka-sangka; sebab barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah, niscaya Allah akan menjadi pencukupnya. Sesungguhnya Allah itu pelulus urusan-Nya, sungguh Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap sesuatu."
(Qs. at-Thalaq 65:2-3)

Bukankah hampir semua dari kita senantiasa hapal dan membaca ayat dibawah ini dalam doa iftitahnya ?
"Sesungguhnya Sholatku, Ibadahku, hidup dan matiku hanya untuk Allah Tuhan sekalian makhluk, tiada serikat bagi-Nya, karena begitulah aku diperintahkan."
(Qs. al-An'aam 6:162-163)
Anda membutuhkan perlindungan dari segala macam ilmu-ilmu jahat, membutuhkan perlindungan dari orang-orang yang bermaksud mengadakan rencana yang jahat dan keji, maka berimanlah anda secara sungguh-sungguh kepada Allah dan Rasul-Nya, InsyaAllah, apabila anda benar-benar Kaffah didalam Islam, Allah akan menepati janji-Nya untuk memberikan Rahmat-Nya kepada kita.
"Dan ta'atilah Allah dan Rasul, supaya kamu diberi rahmat."
(Qs. Ali Imran 3:132)
Rahmat Allah itu tidak terbatas, Rahmat bisa merupakan satu perlindungan, satu pengampunan, Kasih sayang dan juga bisa berupa keridhoan yang telah diberikan-Nya kepada kita.

Apakah anda tidak senang apabila Tuhan meridhoi anda ?
Seorang anak saja, apabila dia telah mendapatkan restu dan ridho dari kedua orangtuanya, anak tersebut akan memiliki ketenangan dan penuh suka cita didalam melangkah, apakah lagi ini yang didapatkan adalah keridhoan dari Ilahi, Tuhan yang menciptakan seluruh makhluk, yang berkuasa atas segala sesuatu ?

Jika Allah ridho kepada kita, maka percayalah Allah akan membatalkan dan mengalahkan musuh-musuh kita. Maka dari itu berkepribadian Kaffah-lah didalam Islam, berimanlah secara tulus dan penuh kesucian akidah.

Dalam kajian lintas kitab, kita akan mendapati fatwa dari 'Isa al-Masih kepada para sahabatnya mengenai kekuatan Iman :

Mt 17:19-20 Jesus said to them: Because of your unbelief. For, amen I say to you, if you have faith as a grain of mustard seed, you shall say to this mountain, Remove from hence hither, and it shall remove; and nothing shall be impossible to you. But this kind is not cast out but by prayer and fasting. (Bible Douay)

Mt 21:21-22 And Jesus answering, said to them: Amen, I say to you, if you shall have faith, and stagger not, not only this of the fig tree shall you do, but also if you shall say to this mountain, Take up and cast thyself into the sea, it shall be done. And in all things whatsoever you shall ask in prayer, believing, you shall receive. (Bible Douay)

al-Qur'an pun memberikan gambaran :
2:187. And when MY servants ask thee about ME, say `I am near. I answer the prayer of the supplicant when he prays to ME. So they should hearken to ME and believe in ME that they may follow the right way.
Kita lihat, Allah akan mendengar doa kita, Dia akan memberikan Rahmat-Nya kepada kita dengan syarat bahwa terlebih dahulu kita harus mendengarkan dan percaya kepada-Nya, mendengar dalam artian mentaati seluruh perintah yang telah diberikan oleh Allah melalui para Nabi dan Rasul-Nya, khususnya kepada baginda Rasul Muhammad Saw.

Tidak perlu anda mendatangi tempat-tempat keramat untuk melakukan tapa-semedi, berpuasa sekian hari atau sekian malam lamanya dengan berpantang makan ini dan makan itu atau juga menyimpan, menggantung jimat sebagai penolak bala, pemanis muka, atau sebagai aji wibawa.

Ambillah al-Qur'an, bacalah dan pelajarilah, amalkan isinya ... maka dia akan menjadi satu jimat yang sangat besar sekali yang mampu membawa anda tidak hanya lepas dari derita dunia yang bersifat temporary, namun juga derita akhirat yang bersifat long and abide.

Yakinlah, bahwa sekali anda mengucapkan kalimah "Laa ilaaha illallaah" (Tiada Tuhan Selain Allah), maka patrikan didalam hati dan jiwa anda, bahwa jangankan ilmu-ilmu jahat, guna-guna, santet, Jin, Iblis apalagi manusia dengan segenap kemampuannya, Tuhan-pun tidak ada.

Kenapa demikian ?
Sebab dunia ini telah dibuat terlalu banyak memiliki Tuhan-tuhan, semua berhala-berhala yang disembah oleh manusia dengan beragam caranya itu tetap dipanggil Tuhan oleh mereka, entah itu Tuhan Trimurti, Tuhan Tritunggal, Tuhan anak, Tuhan Bapa, Tuhan Budha dan seterusnya.

Karena itu Tauhid yang murni adalah Tauhid yang benar-benar meniadakan, menafikan segala macam jenis bentuk ketuhanan yang ada, untuk kemudian disusuli dengan keberimanan, di-ikuti dengan keyakinan, mengisi kekosongan tadi dengan satu keberadaan, bahwa yang ada dan kita akui hanyalah Tuhan yang bernama Allah.

Itulah intisari dari Iman didalam Islam, intisari seluruh ajaran dan fatwa para Nabi terdahulu, dimulai dari Nuh, Ibrahim terus kepada Ismail, Ishak, Ya'kub, Musa hingga kepada 'Isa al-Masih dan berakhir pada Muhammad Saw.

Itulah senjata mereka, itulah jimat yang mereka pergunakan didalam menghadapi segala jenis kebatilan, segala macam kedurjanaan yang tidak hanya datang dari manusia namun juga datang dari syaithan yang terkutuk.

Dalam salah satu Hadits Qudsi-Nya, Allah berfirman :

"Kalimat Laa ilaaha illallaah adalah benteng pertahanan-Ku; dan barangsiapa yang memasuki benteng-Ku, maka ia aman dari siksaan-Ku."
(Riwayat Abu Na'im, Ibnu Hajar dan Ibnu Asakir dari Ali bin Abu Thalib r.a.)
Nabi Muhammad Saw juga bersabda :
"Aku sungguh mengetahui akan adanya satu kalimat yang tidak seorangpun hamba bilamana mengucapkannya dengan tulus keluar dari lubuk hatinya, lalu ia meninggal, akan haram baginya api neraka. Ucapan itu adalah : Laa ilaaha illallaah."
(Riwayat Bukhari dan Muslim)
Untuk itu, marilah sama-sama kita memulai hidup Islam yang kaffah sebagaimana yang sudah diajarkan oleh para Nabi dan Rasul, sekali kita bersyahadat didalam Tauhid, maka apapun yang terjadi sampai maut menjemput akan tetap Allah sebagai Tuhan satu-satunya yang tiada memiliki anak dan sekutu-sekutu didalam zat maupun sifat-Nya.

Segera kita tanggalkan segala bentuk kepercayaan terhadap hal-hal yang berbau khurafat, kita ikuti puasa yang diajarkan oleh Islam, kita contoh prilaku Nabi dalam keseharian, kita turunkan berbagai rajah dan tulisan-tulisan maupun bungkusan-bungkusan hitam yang kita anggap sebagai penolak bala atau juga pemanis diri yang mungkin kita dapatkan dari para dukun,dan paranormal.

Nabi Muhammad Saw bersabda :

"Barangsiapa menggantungkan jimat penangkal pada tubuhnya, maka Allah tidak akan menyempurnakan kehendaknya."
(Hadist Riwayat Abu Daud dari Uqbah bin Amir)

"Ibnu Mas'ud berkata: Aku mendengar Rasulullah Saw bersabda, mantera-mantera, tangkal dan guna-guna adalah syirik."
(Hadist Riwayat Ahmad dan Abu Daud)

"Sa'id bin Jubir berkata: orang yang memotong atau memutuskan tangkal (jimat) dari manusia, adalah pahalanya bagaikan memerdekakan seorang budak."
(Diriwayatkan oleh Waki')

Percayalah, Allah adalah penolong kita.
"Sesuatu bahaya tidak mengenai melainkan dengan idzin Allah."
(Qs. at-Taghabun 64:11)

"Hai orang-orang yang beriman, ingatlah ni'mat Allah kepadamu tatkala satu kaum hendak mengulurkan tangannya untuk mengganggu, lalu Allah menahan tangan mereka daripada (sampai) kepada kamu; dan berbaktilah kepada Allah; hanya kepada Allah sajalah hendaknya Mu'minin berserah diri."
(Qs. al-Maaidah 5:11)

Apabila setelah kita melepaskan seluruh kebiasaan buruk tersebut kita mendapatkan musibah, bukan berarti Allah berlepas tangan pada diri kita dan bertambah mendewakan benda-benda, ilmu-ilmu yang pernah kita miliki sebelumnya. Akan tetapi Allah benar-benar ingin membersihkan kita dari segala macam kemunafikan, menyucikan akidah kita, hati dan pikiran kita sehingga benar-benar berserah diri hanya kepada-Nya semata.
"Apakah manusia itu menyangka bahwa mereka akan dibiarkan berkata: "Kami telah beriman", padahal mereka belum diuji lagi ?"
(Qs. al-Ankabut 29:2)

"Dan sebagian dari manusia ada yang berkata: "Kami beriman kepada Allah", tetapi manakala ia diganggu dijalan Allah, maka ia menjadikan percobaan manusia itu seperti adzab dari Allah; dan jika datang pertolongan dari Tuhan-mu, mereka berkata: "Sungguh kami telah berada bersamamu."; Padahal bukankah Allah lebih mengetahui apa yang ada dalam dada-dada makhluk ?"
(Qs. al-Ankabut 29:10)

"Dan sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang beriman dan mengetahui orang-orang yang munafik."
(Qs. al-Ankabut 29:11)

Nabi juga bersabda:
"Bilamana Allah senang kepada seseorang, senantiasa menimpakan cobaan baginya supaya didengar keluh kesahnya."
(Riwayat Bukhari dan Muslim)
Bagaimana bila sebagai satu konsekwensi dari usaha kembali kepada jalan Allah tersebut kita gugur ? Jangan khawatir, Allah telah berjanji bagi orang-orang yang sudah bertekad untuk kembali pada kebenaran :
"Orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah dengan harta benda dan diri mereka, adalah lebih tinggi derajatnya di sisi Allah; dan itulah orang-orang yang mendapatkan kemenangan."
(Qs.at-Taubah 9:20)

"Maka orang-orang yang berhijrah, yang diusir dari kampung halamannya, yang disakiti pada jalan-Ku, yang berperang dan yang dibunuh, pastilah akan Ku-hapuskan kesalahan-kesalahan mereka dan pastilah Aku masukkan mereka ke dalam surga yang mengalir sungai-sungai di bawahnya. Sebagai pahala di sisi Allah. Dan Allah pada sisi-Nya pahala yang baik".
(Qs. ali Imran 3:195)

"Karena itu, hendaklah orang-orang yang menukar kehidupan dunia dengan kehidupan akhirat berperang di jalan Allah. Barangsiapa yang berperang di jalan Allah, lalu gugur atau memperoleh kemenangan maka kelak akan Kami berikan kepadanya pahala yang besar."
(Qs. an-Nisa' 4:74)

Kembali kejalan Allah adalah satu hijrah yang sangat berat, godaan dan gangguan pasti datang menerpa kita dan disanalah kita dipesankan oleh Allah untuk melakukan jihad, melakukan satu perjuangan, melibatkan diri dalam konflik peperangan baik dengan harta maupun dengan jiwa.

Dengan harta mungkin kita harus siap apabila mendadak jatuh miskin atau juga melakukan kedermawanan dengan menyokong seluruh aktifitas kegiatan Muslim demi tegaknya panji-panji Allah; berjihad dengan jiwa artinya kita harus mempersiapkan mental dan phisik dalam menghadapi segala kemungkinan yang terjadi akibat ketidak senangan sekelompok orang atau makhluk dengan hijrah yang telah kita lakukan ini.

Apakah anda akan heran apabila pada waktu anda masih memegang jimat anda merupakan orang yang kebal namun setelah jimat anda tanggalkan anda mendadak bisa tergores oleh satu benturan kecil ditempat tidur ? Bagaimana anda memandang keperkasaan seorang Nabi yang agung yang bahkan dalam perperanganpun bisa terluka dan juga mengalami sakit sebagaimana manusia normal ?

Percayalah, berilmu tidaknya anda, berpusaka atau tidak, bertapa maupun tidaknya anda bukan satu hal yang serius bagi Allah apabila Dia sudah menentukan kehendak-Nya kepada kita.

"Berupa apa saja rahmat yang Allah anugerahkan kepada manusia, maka tidak ada satupun yang bisa menahannya; dan apa saja yang ditahan oleh Allah maka tidak ada seorangpun yang sanggup untuk melepaskannya sesudah itu. Dan Dialah Yang Gagah, yang Bijaksana."
(Qs. Fathir 35:2)
Apabila memang sudah waktunya bagi kita untuk mendapatkan musibah (baik itu berupa maut dan lain sebagainya) maka dia tetap datang tanpa bisa kita mundurkan atau juga kita majukan.
"Bagi tiap-tiap umat ada batas waktunya; maka apabila telah datang waktunya maka mereka tidak dapat meminta untuk diundurkan barang sesaatpun dan tidak dapat meminta agar dimajukan."
(Qs. al-A'raf 7:34)

"Masing-masing Kami tolong mereka ini dan mereka itu, sebab tidaklah pemberian Tuhanmu itu terhalang."
(Qs. al-Israa 17:20)

Seluruh Nabi dan Rasul serta para sahabat mereka telah berhasil dengan gemilang mengalahkan para musuhnya dengan hanya berpegang kepada tali Allah yang kuat, mungkin mereka dinilai gagal oleh mata manusia yang hedonis namun mereka merupakan orang-orang pilihan yang diakui atau tidak telah berada dalam urutan teratas daftar nama-nama anak manusia didalam pentas sejarah.

Dalam bacaan lintas kitab, kita akan mendapati beberapa seruan bertauhid kepada Allah semata dengan penuh pesan-pesan yang tinggi dan agung.

Ex 20:4 Jangan membuat bagimu patung yang menyerupai apapun yang ada di langit di atas, atau yang ada di bumi di bawah, atau yang ada di dalam air di bawah bumi.

De 4:16 supaya jangan kamu berlaku busuk dengan membuat bagimu patung yang menyerupai berhala apapun: yang berbentuk laki-laki atau perempuan;

Isa 41:29 Sesungguhnya, sekaliannya mereka seperti tidak ada, perbuatan-perbuatan mereka hampa, patung-patung tuangan mereka angin dan kesia-siaan.

Dari al-Qur'an :
7: 192 Dan berhala-berhala itu tidak mampu memberi pertolongan kepada penyembah-penyembahnya dan kepada dirinya sendiripun berhala-berhala itu tidak dapat memberi pertolongan.

Akhir kata, semoga Email ini bisa membawa manfaat kepada kita semua didalam memurnikan akidah Islam, menuju pada keridhoan Allah yang Kaffah, atas segala kesalahan yang terjadi saya meminta maaf dan semuanya semata-mata disebabkan keterbatasan saya selaku manusia. Semoga kita semua umat Islam, manakala panggilan telah tiba, Allah akan menyambut kita dengan penuh keramahan sebagaimana firman-Nya :
"Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan keadaan ridho dan di-ridhoi; Maka masuklah ke dalam jama'ah hamba-hamba-Ku, dan masuklah ke dalam surga-Ku."
(Qs. al-Fajr 89:27-30)
Palembang - Indonesia, Minggu 09 April 2000
Copyright © 1996-2000, Armansyah, S.Kom

Selasa, 20 Mei 2008

TAFAKUR

Dunia Yang Melalaikan
Karena seandainya tentara Islam menang, niscaya Eropa akan jatuh ke tangan


Dengan kekuatan delapan ribu pasukan, Abdur Rahman Al Chafiki (wali Negeri Andalusia) bersiap-siap menaklukkan Tanah Ghalia (sekarang Perancis). Tahap pertama, Abdur Rahman dan pasukannya memasuki daerah Perancis Selatan, lalu menaklukkan wilayah (Hertogdom) Aquitania.
Hertog Aquitania berhasil meloloskan diri dan meminta bantuan raja Frank, yaitu Karel Martel the Groot atau Charlemagne untuk mengusir tentara Islam dari wilayahnya. Permintaan ini dikabulkan Karel Martel, ia pun bersiap dengan menyusun pasukan yang sangat besar jumlahnya. Akhirnya, di dekat Poitiers, berhadapanlah pasukan Nasrani di bawah pimpinan Karel Martel dengan tentara Islam di bawah pimpinan Abdur Rahman Al Chafiki. Terjadilah pertempuran yang dahsyat antara kedua belah pihak, yang dalam sejarah terkenal sebagai “Perang Tours”, perang dekat Poiters.

Tentara Islam ketika itu sangat banyak membawa harta rampasan perang yang diperolehnya dari Aquitania. Harta benda yang sangat banyak itu telah memberati dan menyusahkan pergerakan mereka.
Pertempuran dahsyat telah berlangsung selama delapan hari, dan pada hari kesembilan tentara Islam hampir saja memperoleh kemenangan besar. Tetapi pada saat yang sangat kritis itu, terjadi suara riuh dan gaduh yang menyorakkan bahwa harta rampasan perang mereka telah dirampas musuh. Mendengar itu, sebagian tentara Islam berpaling ke belakang hendak melindungi harta tersebut, sehingga barisan yang tadinya kokoh menjadi kacau balau. Kemenangan yang telah di depan mata pun menjadi sirna, bahkan Abdur Rahman tewas dalam pertempuran tersebut.

Perang yang terjadi pada tahun 112 H atau 731 M ini, dipandang sebagai pertempuran yang sangat hebat dalam sejarah Eropa, karena seandainya tentara Islam menang, niscaya Eropa akan jatuh ke tangan mereka dan meratalah Islam di Benua Putih tersebut (Latief Osman, 1961: 12-13).

Kisah yang hampir sama terjadi pada masa Rasulullah, yaitu pada perang Uhud. Ketika itu pasukan Islam di bawah komando Rasulullah menerima kekalahan menyakitkan dari kafir Quraisy, padahal kemenangan sudah hampir diraih. Penyebabnya adalah karena sebagian sahabat (pasukan pemanah) tidak mematuhi perintah Rasulullah untuk tidak meninggalkan bukit pertahanan, hal ini terjadi karena para sahabat takut tidak kebagian rampasan perang.

Kedua kisah di atas menggambarkan kepada kita, betapa kecintaan yang terlalu berlebihan terhadap harta duniawi dapat melalaikan manusia dari mengingat Allah, dan akhirnya membawa manusia pada kerugian.

Sejarah pun telah membuktikan bahwa hancurnya peradaban-peradaban besar dunia, seperti peradaban Yunani, Romawi, bahkan peradaban Islam sendiri, diawali oleh sikap yang terlalu menyanjung kenikmatan duniawi. Kecintaan yang terlalu berlebihan tersebut pada akhirnya merembet pada kerusakan moral, dilanggarnya prinsip-prinsip kebenaran dan keadilan, serta dihalalkannya segala macam cara untuk meraih dan mempertahankannya.

Pantaslah kalau Rasulullah memperingatkan umatnya tentang hal itu. Beliau bersabda, “Demi Allah, bukan kefakiran yang akut takutkan atas kamu. Namun aku khawatir harta dunia ini melimpah, sebagaimana hal itu terjadi kepada umat sebelum kamu. Maka kamu berlomba-lomba untuk mendapatkannya, sebagaimana mereka juga demikian, sehingga kamu pun rusak karenanya sebagaimana harta itu telah merusak keberadaan mereka.” (H.R. Bukhari).

Dalam riwayat yang lain, Rasulullah mengatakan bahwa akan datang suatu masa ketika kaum muslimin seperti makanan di atas meja yang siap disantap oleh musuh-musuh Islam. Meskipun ketika itu jumlah kaum Muslimin sangatlah banyak, tapi bagaikan buih di lautan. Menurut Rasulullah, penyebabnya adalah karena kaum Muslimin telah terkena penyakit terlalu cinta dunia dan takut mati.

Tentunya Rasulullah sangat menyadari bahwa terlalu dipentingkannya urusan duniawi di kalangan umatnya akan menyebabkan terabaikannya tugas utama untuk beibadah dan mencari keridoan Allah, padahal harta dunia hanyalah wasilah atau sarana untukmencapai ghoyah atau tujuan yang lebih tinggi. Kehancuran tinggal menunggu waktu bila wasilah lebih diutamankan daripada ghoyah.

Kecintaan terhadap dunia pada dasarnya merupakan sesuatu yang intrinsik dalam jiwa manusia, karena Allah telah menetapkan hal tersebut. Tetapi Allah pun menegaskan bahwa semua kesengan dunia hanyalah kesenangan fana belaka, karena di balik itu ada kesenangan yang abadi, yaitu surga-Nya Allah (Q.S. Ali Imran : 14).

Islam pun tidak melarang untuk mencari dan mendapatkan harta yang sebanyak-banyaknya -malah Islam menganjurkannya- dengan catatan hal itu dilakukan dengan cara yang sesuai dengan aturan agama dan dipergunakan sepenuhnya untuk mendapatkan ridha Allah. Sebagaimana yang Allah firmankan dalam surat Al Baqarah ayat 267: “Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu.”

Alangkah bijaknya kalau kita merenung dan melihat kembali setiap kejadian yang telah Allah tampakkan kepada kita, agar kita dapat meraih hikmah dan pelajaran dari setiap peristiwa tersebut. “Allah memberikan hikmah kepada siapa yang dikehendakinya. Dan barang siapa yang diberi hikmah, sungguh ia telah diberi kebajikan yang banyak. Dan tak ada yang dapat mengambil pelajaran kecuali orang-orang yang berakal.” (Q.S. Al Baqarah: 269).
Wallahu A’lam.


Sabtu, 17 Mei 2008

DAKWAH

Yang Sesat dan Yang Ngamuk

Karena melihat sepotong, tidak sejak awal, saya mengira massa yang ditayangkan TV itu adalah orang-orang yang sedang kesurupan masal. Soalnya, mereka seperti kalap. Ternyata, menurut istri saya yang menonton tayangan berita sejak awal, mereka itu adalah orang-orang yang ngamuk terhadap kelompok Ahmadiyah yang dinyatakan sesat oleh MUI.

Saya sendiri tidak mengerti kenapa orang -yang dinyatakan- sesat harus diamuk seperti itu? Ibaratnya, ada orang Semarang bertujuan ke Jakarta, tapi ternyata tersesat ke Surabaya, masak kita -yang tahu bahwa orang itu sesat- menempelenginya. Aneh dan lucu.

Konon orang-orang yang ngamuk itu adalah orang-orang Indonesia yang beragama Islam. Artinya, orang-orang yang berketuhanan Allah Yang Mahaesa dan berkemanusiaan adil dan beradab. Kita lihat imam-imam mereka yang beragitasi dengan garang di layar kaca itu kebanyakan mengenakan busana Kanjeng Nabi Muhammad SAW.

Kalau benar mereka orang-orang Islam pengikut Nabi Muhammad SAW, mengapa mereka tampil begitu sangar, mirip preman? Seolah-olah mereka tidak mengenal pemimpin agung mereka, Rasulullah SAW.

Kalau massa yang hanya makmum, itu masih bisa dimengerti. Mereka hanyalah mengikuti telunjuk imam-imam mereka. Tapi, masak imam-imam -yang mengaku pembela Islam itu- tidak mengerti misi dan ciri Islam yang rahmatan lil ’aalamiin, tidak hanya rahmatan lithaaifah makhshuushah (golongan sendiri). Masak mereka tidak tahu bahwa pemimpin agung Islam, Rasulullah SAW, adalah pemimpin yang akhlaknya paling mulia dan diutus Allah untuk menyempurnakan akhlak manusia.

Masak mereka tidak pernah membaca, misalnya ayat "Ya ayyuhalladziina aamanuu kuunuu qawwamiina lillah syuhadaa-a bilqisthi…al-aayah" (Q.S 5: 8). Artinya, wahai orang-orang yang beriman jadilah kamu penegak-penegak kebenaran karena Allah dan saksi-saksi yang adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu kepada suatu kaum menyeret kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah; adil itu lebih dekat kepada takwa. Takwalah kepada Allah. Sungguh Allah Maha Mengetahui apa yang kau kerjakan.

Apakah mereka tidak pernah membaca kelembutan dan kelapangdadaan Nabi Muhammad SAW atau membaca firman Allah kepada beliau, "Fabimaa rahmatin minaLlahi linta lahum walau kunta fazhzhan ghaliizhal qalbi lanfaddhuu min haulika… al-aayah" (Q.S 3: 159). Artinya, maka disebabkan rahmat dari Allah-lah engkau berperangai lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya engkau kasar dan berhati kejam, niscaya mereka akan lari menjauhimu…"

Tak Mengerti
Sungguh saya tidak mengerti jalan pikiran atau apa yang merasuki pikiran mereka sehingga mereka tidak mampu bersikap tawaduk penuh pengayoman seperti dicontoh-ajarkan Rasulullah SAW di saat menang. Atau, sekadar membayangkan bagaimana seandainya mereka yang merupakan pihak minoritas (kalah) dan kelompok yang mereka hujat berlebihan itu mayoritas (menang).

Sebagai kelompok mayoritas, mereka tampak sekali -seperti kata orang Jawa- tidak tepa salira. Apakah mereka mengira bahwa Allah senang dengan orang-orang yang tidak tepo saliro, tidak menenggang rasa? Yang jelas Allah, menurut Rasul-Nya, tidak akan merahmati mereka yang tidak berbelas kasihan kepada orang.

Saya heran mengapa ada -atau malah tidak sedikit- orang yang sudah dianggap atau menganggap diri pemimpin bahkan pembela Islam, tapi berperilaku kasar dan pemarah. Tidak mencontoh kearifan dan kelembutan Sang Rasul, pembawa Islam itu sendiri. Mereka malah mencontoh dan menyugesti kebencian terhadap mereka yang dianggap sesat.

Apakah mereka ingin meniadakan ayat dakwah? Ataukah, mereka memahami dakwah sebagai hanya ajakan kepada mereka yang tidak sesat saja?

Atau? Kelihatannya kok tidak mungkin kalau mereka sengaja berniat membantu menciptakan citra Islam sebagai agama yang kejam dan ganas seperti yang diinginkan orang-orang bodoh di luar sana.

*A. Mustofa Bisri, pengasuh Pesantren Roudlatut Thalibin, Rembang

Tags: ayo, .. yang jernih!!!

Senin, 05 Mei 2008

cerpen

Lelaki Itu…

Saturday, 03 May 2008

Lelaki itu baru sembuh dari sakit tapi masuk rumah sakit lagi. Wajahnya pucat pasi. Anak-anaknya tak peduli.

Mereka masih menyimpan bara amarah di hati.Lelaki itu dianggap jalan sendiri. Memilih menikah lagi, setelah 15 tahun tinggal sendiri karena ditinggal mati sang istri. Anak-anaknya sudah menasihati, tak mudah menikah lagi, apalagi kondisi tubuhnya sudah sulit diajak kompromi. Kepala tujuh hampir me-nyambangi.. Lebih baik hidup dinikmati.

*** Tapi lelaki itu tak betah sendiri tanpa ada teman tempat curahan hati. Bagaimana pun ia butuh teman pengusir sepi.Apalagi anak-anaknya sudah dewasa dan sibuk dengan kepentingan sendiri-sendiri.Tiga anaknya sudah beristri.Tinggal si bungsu yang masih sendiri dan belum bersuami.Namun ia sulit ditemui.Pergi kerja pagi-pagi dan pulang malam hari. Bertahun-tahun hal itu sudah terjadi.

Dan,bertahun-tahun pula lelaki itu merasa tak ada yang menemani. Di rumah ia hanya seorang diri. Dari pagi hingga malam hari dan pagi lagi.Tanpa ada yang peduli.Semakin hari ia merasa hidupnya semakin sepi. Ia semakin tak punya arti. Kondisi inilah yang membuatnya bersikeras hati, untuk menikah lagi. Ternyata, anak-anaknya tak mau mengerti.Mereka punya argumen sendiri.

Menurut mereka apa kata orang nanti, kalau ayahnya kawin lagi, sementara gadis bungsunya masih sendiri dan belum bersuami.Lelaki itu tetap bersikeras hati.Baginya jodoh,rezeki, dan mati sudah menjadi takdir Ilahi.Ia sudah tak betah hidup sendiri. Jika ia sakit nanti siapa yang mengurusi.

Anak-anaknya sudah punya kehidupan sendiri-sendiri. Ia tak mau ngerepotin dan khawatir dianggap selalu ngerecokin. Jadi, menikah lagi adalah solusi. Ia sudah mantap hati. Sebelum mati, ia ingin berbagi hati.Ia ingin kembali dicintai. Ia ingin seorang wanita mengisi hari-harinya sebelum mati. Ia berharap anak-anaknya mau memahami. Namun mereka tak mau mengerti.

Anak-anaknya menganggap lelaki itu mau enak sendiri. Sejak ada rencana pernikahan ini, si bungsu menangis sejadi-jadinya. Ia merasa sangat malu hati.Masa bapaknya ”melangkahi”.Ia belum menikah malah bapaknya kawin lagi. Ia pun pergi.Membawa hati yang tertusuk duri. Pada hari pernikahan bapaknya, ia sulit dicari. Ia bagai ditelan bumi. Putra sulung lelaki itu beda lagi.

Ia cenderung tak peduli. Ia hanya mewanti- wanti, pernikahan ini jangan menggerogoti ketenangan keluarganya yang sudah terbina selama ini.Bapaknya berjanji, apapun yang terjadi nanti akan ia hadapi sendiri.”Dengan selalu berbesar hati kita tak terus menerus dilecuti rasa dendam dan sakit hati,”ujar lelaki itu menasihati. Si sulung berusaha memahami.

Ia berusaha menyelami obsesi dan isi hati lelaki yang mengantarkannya pada kehidupan duniawi ini.. Setidaknya sesama lelaki sejati ia harus bisa kompromi. Apalagi lelaki itu memang ayah kandungnya sendiri.Tangan lelaki itu pun ia salami.Lalu memeluknya sepenuh hati.Bagaimana pun lelaki itu adalah orang tuanya yang harus dihormati. Kemudian ia pergi.

*** Hari pernikahan yang dinanti berlangsung sederhana sekali.Hanya sebuah serimoni pertanda dua hati mengikat janji di depan tuan kadi.Tak ada pesta warna-warni. Anak-anak lelaki itu tak tampak dalam keceriaan ini. Lelaki itu mencoba memahami kondisi.Mungkin,katanya dalam hati, ini sebuah solusi. Setidaknya mencegah konfrontasi antara anak-anaknya dan wanita yang dinikahi. Berat sekali.

Tapi inilah situasi yang harus dinikmati.Ia cukup berbesar hati.Ia selalu berusaha memahami situasi.Walau rasa sakit menyelip di hati, ia tetap mencoba berkompromi dengan kondisi. Ia berupaya menjadi ayah yang sejati dan sekaligus lelaki yang bisa mencintai dan dicintai. Dua bulan setelah menikah lagi lelaki itu jatuh di kamar mandi. Seluruh badannya terasa nyeri.

Dokter bilang ia depresi. Darahnya naik tinggi. Stroke hampir menggerogoti.Untung ia cepat diobati.Kalau tidak mungkin sudah mati. Ia sempat sekarat tujuh hari.Tak satu orang pun bisa ia kenali,termasuk istri yang baru dinikahi. Belum sempat bulan madu dinikmati, he malah jatuh di kamar mandi.Untungnya tidak mati.

Lagi-lagi lelaki itu bersyukur pada Ilahi, masih dikasih kesempatan menikmati hidup sekali lagi.Mungkin ini dosanya pada sang putri yang ia ”langkahi”. Ia berjanji, sebelum mati harus mencari suami buat si bungsu putri, Dewi Komaratih.Janji ini membuat ia seakan hidup lebih kuat lagi.Apapun yang terjadi, ia akan mencari lelaki yang mau menikahi Dewi Komaratih. Istrinya bisa mengerti.

Baginya, ini merupakan janji suci sang suami.Ia bisa memahami betapa sedih nasib seorang putri yang tak kunjung mempunyai suami.Betapa sedih seorang lelaki, jika melihat putrinya terus menerus seorang diri.Tanpa lelaki, tanpa suami yang menemani.Sebagai wanita sejati ia tak tega melihat kenyataan ini.

Setelah dua bulan di rumah sakit lelaki itu diizinkan kembali, dengan catatan check up setiap dua hari sekali. Teman-temannya datang mencandai. Lelaki itu mereka nilai tua-tua keladi, makin tua makin tancap gigi. Ibarat mobil,baru ganti busi langsung dipacu lari ke gunung yang amat tinggi,akhirnya jatuh di kamar mandi. Mendapat candaan ini lelaki itu menjadi malu hati. Tapi ia tak sakit hati.

Pikirannya hanya pada sang putri. Rasa sesalnya telah menggerogoti seluruh sel dan nadi.Apakah ini sebuah kutukan dari seorang anak kepada ayahnya yang kawin lagi? Ayah yang tega melangkahi,padahal putrinya belum mendapatkan suami. Bukannya mencarikan anaknya calon suami,malah tega-teganya kawin lagi.Inikah zaman edan,seorang ayah hanya mementingkan diri sendiri.
Lelaki itu makin larut pada sesal diri. Hatinya makin perih tatkala mengingat sang putri tak pernah menyambangi. Hubungan mereka terputus sejak ia menikah lagi.Saat ia terkapar di rumah sakit sang putri tak peduli.Begitu juga saat ia sembuh, sang putri tak pernah menampakkan diri. Rasa berdosa meracuni. Darahnya kembali naik tinggi. Dua minggu setelah pulang dari rumah sakit ia jatuh lagi.

Tubuhnya kejangkejang tak sadarkan diri.Lagi-lagi ia dilarikan ke rumah sakit untuk diobati. Peralatan ICU rumah sakit menjadi transmisi antara hidup dan mati, antara fakta dan misteri.Tim medis terus menerus mencermati. Setiap suara dideteksi. Semua alat deteksi berpacu mengimbangi denyut nadi. Emosi telah menggerogoti organ-organ inti.Paru-parunya telah diracuni cairan yang sulit dideteksi.

Lelaki itu tak bisa bergerak lagi.Hanya matanya menatap ke kanan dan ke kiri. Nyawanya seakan dikalkulasi dan ajalnya hendak disiasati. Bisakah malaikat maut dipecundangi teknologi? Di dalam hati ia mencermati dan mengkaji-kaji, apakah hidupnya memang tinggal sebentar lagi.Mendadak ia menjadi takut sekali. Di ruangan ICU yang sunyi,di dalam pertarungan antara hidup dan mati, lelaki itu memohon pada ilahi agar diberi kesempatan hidup sekali lagi.

Ia berjanji akan menyelesaikan semua persoalan duniawi yang mengganjal hati dan mencederai silaturahmi antara ia dan si bungsu putri.Sebelum mati, ia ingin bertemu dengan Dewi Komaratih. Dalam keadaan sekarat, ia tetap setia menunggu datangnya sang putri. Bulir-bulir air mata menetes membasahi seprai. Ruang ICU yang sunyi menjadi saksi.

*** Sang putri sudah lama pergi.Ia mengembara membawa luka hati. Setelah terombang-ambing ke sana kemari, ia bermaksud pergi ke Cile menemui temannya seorang peneliti. Ia sengaja bersembunyi di tempat sepi untuk menenangkan diri, meredam emosi,dan mengobati luka hati.Ia bertekad tak akan kembali lagi, meski ayahnya terus mencari. Ketika ditransit di Changi, abangnya menghubungi.Ayah masuk rumah sakit lagi.Kondisinya kritis sekali. Semua organ tubuhnya tak berfungsi.Sebaiknya kamukembali.

Siapatahuayah tak ada umur lagi.Sebelum ayah pergi, kau harus temui. Jangan sampai menyesal nanti. Kau harus berbesar hati. Ayah memang kurang peduli,keras hati, dan mau menang sendiri,tapi sebagai anakkitaharusterusmenerusberbakti, apalagi kau satu-satunya yang putri di antara kami.Kau harus kembali. Semula Dewi tak peduli.Tekadnya sudah mantap untuk pergi.Jauh,jauh sekali.

Bila perlu sampai ke ujung bumi. Namun setelah ia renungi, ia hayati, kata-kata abangnya terasa kian menusuk hati.Ayah memang mau menang sendiri,tapi sebagai anak kita harus terus menerus berbakti.Kata-kata itu kian menusuk-nusuk hati.Kepedihan langsung melecuti diri.Air matanya tak terbendung lagi, mengalir hingga ke pipi, menembus pori-pori dan menusuk perih hingga sanubari.

Di antara keramaian Changi ia merasa sendiri. Ia merasa dikuliti. Hatinya menghujat diri,mengapa ia begitu emosi dan sama seperti ayahnya yang mau menang sendiri. Mengapa ia tak menyadari bahwa ia bermusuhan dengan ayah kandungnya sendiri. Ia menjadi menyesali diri, kenapa larut dalam emosi. Padahal banyak solusi dan selama ini ia selalu bisa kompromi. Ia selalu mengasihi dan peduli.

Sikap ini yang membuat teman-temannya selalu merasa simpati.Tapi kenapa dengan ayahnya sendiri ia benci setengah mati.Kenapa ia sakit hati karena ayahnya kawin lagi. Bukankah pernikahan itu sesuatu yang manusiawi. Ia terisak meratapi diri. Ia lalu berlari melupakan Cile dan pergi meninggalkan Changi.Ketika tiba, rumah sakit sudah sunyi. Ruang ICU terkunci. Jam besuk telah usai.

Ia diminta menanti beberapa jam lagi. Ia hanya bisa melihat dari balik kisi-kisi, ayahnya terkulai.Lemah tanpa tenaga lagi.Bertarung an-tara hidup dan mati.Menjelang pagi ia baru diizinkan masuk mendampingi. ”Ayah maafkan Dewi,”katanya berkali- kali.Air mata menggenangi pipi. ”Ayah maafkan Dewi,”isaknya lagi. Tak ada reaksi.Jari jemari ayahnya diusapnya berulang kali, juga tak ada reaksi.

*** Mata ayahnya berat sekali.Seluruh sendi dan nadi seakan sudah mati. Ia tak bisa bereaksi. Ia hanya bisa merasakan putri berada di sisi kiri.Ia sudah kehilangan energi untuk pulih. Rasa sesal sudah meracuni metabolisme dan aliran nadi serta melumpuhkan seluruh sendi. Kekuatan dan ketegarannya selama ini sudah terlucuti. Baginya ini sebuah misteri dan sekaligus tragedi.Ia merasa ini kutukan sang putri, seorang ayah menjadi korban kutukan putrinya sendiri.

Lelaki itu menangis sejadijadi tapi hanya di dalam hati.Ia memohon pada ilahi jangan disiksa seperti ini.Ia ingin sang putri menyadari,semua ini kesalahannya sebagai lelaki, yang selalu merasa sejati tapi sesungguhnya cenderung tak tahu diri dan selalu mau menang sendiri.

Sebelum mati ia ingin semua disudahi.Tidak ada lagi benci antara ia dengan anaknya sendiri. ”Maafkan ayah putriku, Dewi Komaratih,” katanya berkali-kali tapi sang putri tak dapat mendengar tangis ayahnya dari dalam hati. Dimensi misteri terus menyelimuti.Fajar telah pergi dan malam telah berganti pagi. Ruang ICU semakin sepi.(*)